Sabtu, 16 Mei 2009

LAKONA LAKONE KENNENGA KENNENGE


Saya selalu berpikir kenapa manusia bisa menjadi benar-benar lupa hanya karena ingin memenuhi nafsunya. Kita sudah diberi kadar rejeki masing-masing yang berbeda baik berupa jodoh, pekerjaan, penghasilan, jabatan, dan lain sebagainya. Semua sudah ditentukan sesuai dengan kadar masing-masing. Tetapi kemudian manusia mulai membanding-bandingkan perbedaan, mulai bisa merasakan enak dan tidak enak, kurang dan lebih, sehingga nafsu mulai melirik hal lain yang tidak dimiliki dan bukan menjadi miliknya sendiri.

Akhirnya manusia menjadi serakah, setiap kewajiban pada akhirnya berubah menjadi hak yang dengan semena-mena bisa ditentukannya sendiri. Hak orang lain yang tidak semestinya dimiliki dengan mudahnya dirampas dan dimiliki sendiri. Bahkan, sampai manusia melupakan haknya sendiri yang sebenarnya sudah dimiliki jauh-jauh hari. Saya coba menjawab pertanyaan saya sendiri, ternyata karena manusia tidak pernah merasa bersyukur dengan apa yang telah dimiliki.

Dalam konteks ini Saya juga manusia, karena itu saya juga merasakannya. Merasakan keadaan ketika nafsu mulai mengendalikan pikiran sehat, keadaan ketika apa yang telah dimiliki kadang tidak begitu berarti karena Saya kurang menyukuri.

Sekarang Saya mulai mengerti, kunci untuk sukses dan tenang menjalani hidup adalah bersyukur dan berjiwa besar menghadapi segala kekurangan. Selain itu juga ikhlas pada apa yang tidak kita miliki. Cukup mengerjakan apa yang telah menjadi pekerjaan kita dan menempati tempat kita sendiri, tak perlu mengambil pekerjaan orang lain, tak perlu menempati tempat orang lain. Seperti orang Madura katakan, “Lakona lakone, kennenga kennenge.”

SIAPAPUN PEMIMPINNYA PASTI MENGUSAHAKAN YANG TERBAIK TETAPI SIAPA WAKIL RAKYATNYA, PERLU DIPIKIRKAN BAIK-BAIK!


Menurut Saya, tidak ada di dunia ini seorang pemimpin yang memiliki niat buruk bagi bangsanya sendiri. Tidak ada seorang pemimpin yang ketika sudah berada di tampuk pimpinan kemudian hanya berpikir untuk kepentingannya sendiri, keuntungannya sendiri. Seperti seorang Presiden, dalam menjalankan tugasnya tidak punya waktu memikirkan kepentingannya sendiri.

Perbedaan visi dan misi yang diusung para calon presiden juga sebenarnya hanya pertimbangan bagi kita. Pada dasarnya semua visi dan misi yang diusung sifatnya baik untuk kemajuan bangsa dan negara. Hanya saja, memang tidak ada yang namanya kesempurnaan, salah satunya akan maju dalam bidang pendidikan, tetapi lemah dalam perekonomian. Bisa juga kuat dalam kesejahteraan buruh dan rakyat kecil tetapi pendidikan lemah. Itu semua sudah sewajarnya, karena itu semua adalah pilihan. Tidak mungkin kita menuntut untuk kuat di segala bidang karena bangsa dan negara kita penuh dengan keterbatasan. Yang bisa menguatkan masing-masing bidang itu adalah mereka dalam bidangnya sendiri-sendiri, termasuk kita di dalamnya. Jika ingin kuat dalam bidang perekonomian maka tugas para ahli perekonomian, para pedagang, serta rakyat yang bekerja dalam bidang perekonomian. Kuat dalam pendidikan maka tugas seorang pendidik maupun yang dididik untuk menguatkannya. Tidak mungkin kita menuntut buruh untuk memajukan pendidikan di negara kita.

Permasalahan sebenarnya adalah bagaimana kita akan menyampaikan aspirasi. Seharusnya melalui wakil rakyat, tetapi melihat wakil rakyat saat ini, proses pembentukan parlemen saat ini, Saya jadi pesimis aspirasi rakyat tersampaikan. Memang benar janji dalam kampanye aspirasi rakyat akan selalu diperjuangkan, tapi sekarang ini negara kita sudah merdeka bung!, kenapa masih harus diperjuangkan? Yang benar adalah diwujudkan... ini sudah zaman pembangunan, bukan zaman perjuangan lagi....!! wujudkan aspirasi rakyat...!!

Kedaulatan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Bukan wakil rakyat!! (Hmmmhhhh...Saya jadi emosi!!)